Gubernur Sumut harus berani 'rap-rap'

Written By Unknown on Sabtu, 24 Maret 2012 | 03.06



MEDAN - Sumatera Utara yang memiliki masyarakat beragam, perlu memiliki pemimpin yang tegas dan berani mengambil kebijakan yang tidak populis. Dalam istilah Sumut, Gubernur Sumut ke depan harus memiliki gaya "rap rap" demi kepentingan masyarakatnya.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, Sigit Pramono Asri. Menurut Sigit, gaya rap rap khas Sumut tersebut diperlukan lantaran masyarakat Sumut yang beragam dengan masalah yang begitu kompleks. Sehingga penanganannya pun tidak boleh dengan cara-cara yang biasa atau normatif. "Jika itu untuk kemaslahatan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, mainkan saja. Memang kita perlu pemimpin yang atraktif dan berani untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat," kata Sigit, tadi malam.
 
Dia menyebutkan, banyak masalah di Sumut yang harus diselesaikan dengan cepat dan dengan gaya rap rap tersebut. Sigit mencontohkan masalah bagi hasil yang sejak dulu tak kunjung disetujui oleh Pemerintah Pusat. Padahal, kata Sigit, permintaan tersebut sangat wajar karena untuk kepentingan masyarakat Sumut. "Saya saja di dewan sudah 13 tahun lebih, tapi sampai sekarang nggak dikasih sama pemerintah. Itu buktinya Jakarta makin tenggelam, karena semua uang rakyat, termasuk dari Sumut dibawa ke Jakarta semua. Padahal Indonesia kan bukan Jakarta saja, Sumut juga Indonesia," ujarnya.

Hal itulah menurut Sigit yang perlu dikomunikasikan oleh pemimpin Sumut untuk membuka cakrawala berpikir dan perasaan pengambil keputusan di Jakarta, apakah itu Presiden, DPR atau Menteri Keuangan. Kemudian masalah pertanahan. Sigit mengatakan, dari sekitar 600 kasus tanah di Sumut, harusnya ada beberapa yang bisa diselesaikan. "Masa dari sekaian masalah tanah, satupun nggak bisa kita selesaikan. Ibarat kita ujian, ada 600 soal, mana dari itu yang paling mudah, masa semua soal sulit, enggaklah. Semua penyakit ada obatnya, semua masalah pasti ada solusinya. Sekarang kita sudah banyak masalah, sekarang kita berpikir solusi. Mana duluan yang bisa kita sleesaikan," beber politisi dari PKS tersebut.

Masalah lainnya adalah mengenai infrastruktur. Menurut Sigit, masalah infrastruktur jalan misalnya, sejatinya mudah jika pemimpin Sumut memiliki target yang jelas. "Tinggal ditarget misalnya lima tahun ke depan, dari sekian persen jalan yang bermasalah, berapa persen yang bisa diselesaikan dalam lima tahun. Sehingga orang punya mimpi, akhir tahun 2018 Sumut jalannya yang ini sudah mulus," sebutnya.

Masalah lain yang butuh rap rap adalah pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu yang tak kunjung rampung. "Itu kenapa berlarut-larut, karena kita nggakrap rap. Kita hanya menunggu, bicara menunggu susah. Apa yang bisa dikerjakan di ruang tunggu. Maunya kita masuk, jangan di ruang tunggu, tanya ke dapurnya. Wong pejabat kok, bisa saja masuk, rakyat biasa yang nggak bisa. Harusnya pejabat yang sudah dikasih amanat itu bisa masuk kemana-mana," ungkapnya.

Lebih lanjut Sigit mengatakan, kepala daerah itu sejatinya tahu apa yang dibutuhkan oleh daerahnya. Untuk Sumut, banyak terjadi masalah yang mengkhawatirkan dan bahkan menghilangkan identitas suatu daerah. Misalnya saja masalah lahan yang sempit yang saat ini lahan pertanian sudah banyak dikonversi ke sawit, sehingga mengancam ketahanan pangan Sumut. Kemudian juga Kebun Teh di Sidamanik yang sudah menjadi ikon Kabupaten Simalungun, namun sebagian besar lahannya sudah dikonversikan ke tanaman sawit. Atau Rumah Sakit Tembakau Deli yang sudah dijual oleh PTPN.

"Yang saya bilang rap rap tadi, harusnya ngerti kita mengerti untuk apa ini. RS Tembakau Deli harusnya yang termasuk rap rap itu. Orang ini di wilayah kita kok, kita kan bisa bilang 'enak kali kelen jual'. Kita bisa ngomong ke pemerintah pusat melalui Meneg BUMN, minta itu jangan dijual, atau bisa dijual tapi jangan semua, tinggalkan sekian. Begitu juga dengan teh Sidamanik, jangan diganti semuanya, tingglakan sekian. Jadi ketika orang dari Simalungun mau ke Samosir mau ke Danau Toba, masih melihat ada kebun teh di kiri kananya. Ini sawit melulu, itu pun bukan untuk kita," paparnya.

Ketika disinggung belum ada Gubernur Sumut yang berani melakukan rap rap tersebut, Sigit menjawabnya tidak tegas. "Menurut saya belum ada yang kelihatan, mungkin sudah ada yang berani, cuma belum kelihatan aksinya. Tapi kalau kita punya amanah dari masyarakat, sudah kuat itu," tandasnya.

Sebelumnya, pengamat politik dari USU, Ridwan Rangkuti, dalam forum diskusi Visi Membangun Sumut tahun 2013-2018 yang dilaksanakan oleh Institut Solusi Indonesia (ISI) di Swiss-bell Hotel International, beberapa hari lalu mengatakan, pemimpin Sumut mengadapi hambatan tantangan situasi kelembagaan, regulasi dan kompetensi untuk berkembang. Di tengah regulasi yang tidak didukung suporting system, kata Ridwan, maka dibutuhkan aksi yang cenderung untuk keluar dari aturan yang ada.

sumber: waspadaonline

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar anda